8 Invasi Hewan Di Dunia yang Menghebohkan

8 INVASI HEWAN DI DUNIA

        Invasi terdengar identik dengan peperangan, namun tidak selamanya demikian. Invasi juga terjadi di dunia hewan terhadap lingkungan barunya. Invasi umumnya dilakukan oleh hewan yang populasinya bertumbuh dengan pesat tanpa ada predator pengendalinya dengan jumlah yang memadai. Berikut adalah beberapa invasi hewan yang pernah terjadi di dunia.
1. Invasi Ikan Mas Asia di Amerika Serikat
    Invasi ikan mas Asia di Amerika Serikat adalah salah satu masalah lingkungan paling serius yang dihadapi negara itu saat ini, terutama karena ancamannya terhadap ekosistem Danau-danau Besar (Great Lakes). Invasi ini dimulai pada tahun 1970-an. Beberapa spesies ikan mas Asia, seperti ikan mas kepala besar (Bighead carp) dan ikan mas perak (Silver carp), diimpor ke Amerika Serikat. Tujuannya bukan untuk dilepaskan di alam liar, melainkan untuk dua hal, yaitu sebagai sumber makanan dan pengendali biologi. Mereka dipelihara di kolam khusus untuk tujuan konsumsi. Selain itu mereka juga ada yang dilepaskan di kolam-kolam perikanan dan fasilitas pengolahan air limbah di bagian tenggara AS. Tujuannya adalah untuk mengendalikan pertumbuhan alga dan parasit secara alami, karena mereka adalah pemakan plankton yang sangat rakus. Namun, akibat banjir besar, ikan-ikan ini berhasil lolos dari kolam-kolam penampungan dan masuk ke Sungai Mississippi. 
Sumber: a-z animal.com
    Dari sana, mereka berkembang biak dengan sangat cepat dan menyebar ke seluruh sistem sungai Mississippi dan anak-anak sungainya, termasuk Sungai Illinois, dan kini mengancam untuk masuk ke danau-danau besar. Invasi ikan mas Asia menimbulkan dampak yang menghancurkan, seperti: 1) terjadinya kompetisi makanan. Ikan lokal kalah bersaing dengan kerakusan ikan mas ini, 2) kerusakan ekosistem. Dengan menyingkirkan spesies asli, mereka merusak keseimbangan ekosistem, dan 3) ancaman keselamatan. Ikan mas perak memiliki kebiasaan unik yang berbahaya. Saat kaget oleh suara mesin perahu, mereka bisa melompat setinggi 2 hingga 3 meter. Fenomena ini membahayakan para nelayan dan penggemar olahraga air, karena mereka bisa terluka parah jika tertimpa ikan besar yang melompat. 
    Pemerintah Amerika Serikat telah menghabiskan jutaan dolar untuk mencegah ikan mas Asia mencapai Danau-danau Besar, seperti: 1) pembuatan pagar listrik di Chicago Sanitary and Ship Canal, 2) Pembangunan Infrastruktur di Brandon Road Lock and Dam, Illinois, untuk menciptakan lapisan pertahanan berlapis dengan teknologi inovatif guna mencegah migrasi ikan, dan 3) melakukan Penangkapan Massal oleh para nelayan profesional yang khusus dipekerjakan untuk secara rutin menangkap dan memusnahkan ikan mas Asia di area-area yang terinfeksi. Daging ikan ini, yang dikenal dengan nama komersial "copi," sedang dipromosikan sebagai sumber makanan alternatif.

2. Invasi Belalang di Aprika Timur.
    Belalang yang menginvasi Afrika Timur dan wilayah sekitarnya adalah belalang gurun, yang memiliki nama ilmiah Schistocerca gregariaBelalang gurun ini dianggap sebagai salah satu hama migrasi yang paling merusak di dunia karena kemampuannya untuk membentuk gerombolan besar yang dapat menghancurkan tanaman dan vegetasi dalam waktu singkat.Invasi belalang gurun di Afrika Timur telah menjadi krisis besar yang mengancam ketahanan pangan dan mata pencaharian jutaan orang di wilayah tersebut. Fenomena ini, yang sering kali disebut sebagai yang terburuk dalam puluhan tahun terakhir, berdampak signifikan pada negara-negara seperti Kenya, Ethiopia, dan Somalia. Invasi belalang ini merupakan peristiwa siklus yang telah tercatat sejak zaman Mesir kuno. Namun, invasi yang terjadi baru-baru ini diperparah oleh kondisi iklim yang tidak biasa. Pemanasan di Samudra Hindia menyebabkan badai tropis yang kuat, yang membawa hujan lebat dan menciptakan kondisi ideal bagi belalang untuk berkembang biak secara masif. Belalang gurun (Desert Locust) dapat berkembang biak dengan sangat cepat, dan satu gerombolan kecil saja sudah mampu menghabiskan makanan dalam jumlah yang setara dengan konsumsi 35.000 orang per hari.
    Dampak invasi ini adalah 1) ancaman terhadap ketahanan pangan. Gerombolan belalang dapat menghancurkan lahan pertanian dan padang rumput dalam waktu singkat. Hal ini menyebabkan kerugian panen yang sangat besar, mengancam pasokan makanan bagi jutaan orang yang sebagian besar menggantungkan hidup pada pertanian. 2) Kerugian Ekonomi. Invasi belalang menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi petani dan pemerintah. Bank Dunia memperkirakan kerugian akibat serangan belalang ini di Afrika Timur dan Yaman bisa mencapai miliaran dolar AS. 3) Krisis Kemanusiaan. Selain ancaman kelaparan, invasi belalang juga memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah yang sudah rentan akibat konflik, kekeringan, dan banjir. Beberapa negara bahkan mengumumkan keadaan darurat nasional akibat serangan ini. 4)  Penyebaran Lintas Batas. Belalang gurun dapat terbang sejauh 150 kilometer per hari, memungkinkan mereka menyebar dengan cepat dari satu negara ke negara lain, membuat upaya pengendalian menjadi lebih sulit dan membutuhkan kerja sama regional.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Belalang_gurun
    Upaya pengendaliannya sudah dilakukan oleh berbagai pihak meskipun dengan berbagai tantangan yang besar. Upaya tersebut adalah: 
1) Organisasi Internasional. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memainkan peran sentral dalam koordinasi respons. FAO menyerukan bantuan internasional dan menggalang dana untuk operasi penyemprotan pestisida dari udara.
2) Penyemprotan Pestisida. Pengendalian kimiawi melalui penyemprotan pestisida, terutama dari pesawat, dianggap sebagai metode paling efektif untuk membasmi gerombolan belalang dalam skala besar. 
3) Kerjasama Regional. Mengingat sifat hama yang lintas batas, kerja sama antarnegara menjadi kunci. FAO memfasilitasi koordinasi antara negara-negara terdampak untuk berbagi informasi dan strategi pengendalian.

3. Invasi Ular Sanca Burma di Florida
    Ular Sanca Burma Python bivittatus adalah sejenis reftil yang ditemukan sebagian besar di hutan negara Burma. Namun karena suatu kejadian, ular ini berkembang di luar habitat aslinya, seperti yang terjadi di Florida. Invasi ular sanca Burma di Florida adalah salah satu kasus spesies invasif yang paling merusak di Amerika Serikat. Populasi ular ini tumbuh subur di ekosistem lahan basah Everglades yang luas dan unik, menyebabkan dampak ekologis yang parah dan sulit dikendalikan.
    Invasi ini dimulai dari perdagangan hewan peliharaan eksotis. Ular sanca Burma, yang berasal dari Asia Tenggara, diimpor ke AS sebagai hewan peliharaan. Namun, banyak pemilik yang kewalahan merawat ular yang bisa tumbuh hingga 6 meter lebih ini akhirnya melepaskannya ke alam liar, terutama di Florida Selatan. Peristiwa ini diperburuk oleh Badai Andrew pada tahun 1992, yang menghancurkan fasilitas penangkaran ular dan melepaskan ratusan ular lagi ke Everglades. Lingkungan rawa di Florida ternyata sangat ideal bagi mereka untuk berkembang biak. 
    Ular sanca Burma telah menjadi predator puncak baru di ekosistem Everglades, mengganggu rantai makanan yang sudah ada. Karena tidak memiliki predator alami di sana, populasi mereka meledak. Dampak yang paling signifikan adalah penurunan drastis populasi mamalia kecil dan menengah pribumi. Studi menunjukkan bahwa populasi rakun, opossum, dan bobcat di beberapa area Everglades telah menurun hingga lebih dari 90% sejak invasi ular ini dimulai. Ular-ular ini sangat rakus dan diketahui memangsa berbagai hewan asli, termasuk berbagai jeis burung, mamalia seperti rakun kelinci dan rusa, bahkan reftil lainnya seperti aligator dan biawak.
Sumber: Liputan6.com


    Pemerintah Florida, bekerja sama dengan berbagai lembaga konservasi, telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan invasi ini, meskipun jumlah ular yang diperkirakan bisa mencapai ratusan ribu membuat tugas ini sangat menantang.
1) Program Eliminasi Ular Sanca. Program ini merekrut dan mempekerjakan pemburu profesional yang dilatih untuk mencari dan menyingkirkan ular sanca dari Everglades.
2) Florida Python Challenge. Acara tahunan ini mengajak pemburu amatir untuk berpartisipasi dalam perburuan ular sanca, dengan hadiah uang tunai bagi mereka yang menangkap ular terbanyak atau terpanjang.
3) Penelitian dan Teknologi. Para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk memahami perilaku ular dan mengembangkan metode penangkapan yang lebih efektif, seperti menggunakan ular sanca jantan yang dilengkapi pemancar radio untuk melacak betina yang siap kawin.
4) Edukasi Publik. Kampanye kesadaran publik dilakukan untuk mencegah masyarakat melepaskan hewan peliharaan eksotis ke alam liar, serta melaporkan penampakan ular sanca.

4. Kutu Busuk di Perancis
    Kutu busuk memiliki nama ilmiah Cimex lectularius, dari golongan insekta pengisap darah. Invasi kutu busuk di Prancis, khususnya di Paris, menjadi sorotan global pada akhir tahun 2023. Meskipun kutu busuk bukanlah hal baru dan dapat ditemukan di banyak negara, situasinya di Prancis menjadi krisis besar yang menimbulkan kepanikan publik dan perhatian media internasional.Kutu busuk adalah serangga kecil penghisap darah yang sangat mahir bersembunyi. Mereka tidak menyebarkan penyakit, namun gigitannya bisa menyebabkan gatal dan ruam. Invasi kutu busuk di Prancis diperburuk oleh beberapa faktor:
1) Peningkatan Perjalanan Global. Seiring dengan meningkatnya pariwisata pascapandemi, kutu busuk dengan mudah "menumpang" di bagasi, pakaian, dan barang-barang pribadi wisatawan dari satu tempat ke tempat lain, menyebarkan populasi mereka secara cepat.
2) Resistansi terhadap Insektisida. Bertahun-tahun penggunaan pestisida yang tidak efektif telah membuat kutu busuk mengembangkan resistansi, sehingga pengendaliannya menjadi jauh lebih sulit.
3) Keterlibatan Ruang Publik. Berbeda dengan invasi sebelumnya yang lebih terkonsentrasi di tempat tinggal, kasus di Prancis menyebar ke ruang publik seperti bioskop, kereta Metro Paris, dan kereta api berkecepatan tinggi. Video-video yang beredar di media sosial menunjukkan kutu busuk merayap di kursi-kursi, memicu kecemasan massal.
Sumber: https://gayo.tribunnews.com/2023/10/11

    Krisis ini menciptakan dampak yang meluas di seluruh Prancis, seperti:
1) Gangguan Psikologis dan Finansial. Kutu busuk tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan fisik, tetapi juga memicu tekanan mental dan stigma sosial. Biaya pembasmian hama bisa sangat mahal, menjadi beban bagi keluarga dan bisnis.
2) Ancaman terhadap Pariwisata. Menjelang Olimpiade Paris 2024, invasi ini menimbulkan kekhawatiran besar tentang dampak pada industri pariwisata. Pemerintah Prancis mengadakan pertemuan darurat untuk membahas masalah ini.
3) Respons Pemerintah. Pemerintah Prancis berjanji akan mengambil tindakan tegas, termasuk inspeksi dan operasi pembasmian hama yang lebih ketat, serta kampanye edukasi publik untuk mencegah penyebaran.
    Untuk mencegah penyebaran dan mengatasi masalah kutu busuk, beberapa tindakan pencegahan berikut bisa dilakukan:
1) Periksa Barang Bawaan. Saat bepergian, periksa kasur, celah dinding, dan furnitur di kamar hotel. Setelah pulang, segera cuci pakaian dengan air panas dan periksa barang bawaan di luar rumah,
2) Waspada di Ruang Publik. Hindari meletakkan tas atau barang pribadi di lantai atau kursi di bioskop dan transportasi publik, dan 
3) Hubungi Profesional. Jika Anda menemukan tanda-tanda kutu busuk, segera hubungi profesional pembasmi hama. Mengatasi masalah ini sendiri seringkali tidak efektif dan dapat memperburuk kondisi.
    
5. Kodok Tebu di Australia
    Kodok tebu sering disebut dengan cane tood, yang dalam bahasa ilmiahnya disebut dengan Rhinela marina. Kodok ini berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Awalnya kodok ini didatangkan ke Australia pada tahun 1935 sebagai agen pengotrol serangga perusak tanaman, lebih tepatnya kumbang tebu yang merusak perkebunan tebu. Namun seiring waktu berlalu, populasi kodok tebu semakin meningkat pesat. Kodok tebu tidak memiliki predator alami yang mampu mengendalikan populasinya. Hal ini dikarenakan, kodok tebu memiliki racun yang mematikan yang berada di kulitnya. Jadi, jika ada hewan yang berani memakan kodok tebu ini dipastikan mereka mati keracunan, sekalipun ular dan biawak. Selain beracun, kodok tebu sangat cepat dalam berkembangbiak. Seekor kodok betina mampu bertelur hingga 30 ribu butir sekali musim kawin. Hal ini menjadikan kodok ini berkembang dengan sangat cepat, dan hingga sekarang jumlahnya diperkirakan mencapai lebih dari 200 juta ekor yang tersebar di seluruh australia.
Sumber: https://timesindonesia.co.id/
    Uniknya, kodo tebu ini tidak sepenuhnya memangsa kumbang tebu. Hal ini dikarenakan kumbang tebu berada di pucuuk pohon tebu, sedangkan kodoknya hanya di lantai perkebunan. Kodok tebu telah menjadi predator dan hama yang sangat merusak di Australia. Mereka mengancam keanekaragaman hayati asli melalui beberapa cara:
1) Keracunan Satwa Asli. Kodok tebu memiliki kelenjar racun di bahu mereka yang memproduksi racun bernama bufotoksin. Racun ini sangat mematikan bagi hewan yang mencoba memangsanya, seperti kadal, ular, buaya air tawar, dan berbagai jenis burung. Banyak predator asli Australia yang tidak memiliki pertahanan terhadap racun ini, menyebabkan penurunan populasi yang drastis,
2) Persaingan Sumber Daya. Kodok tebu sangat rakus dan memakan berbagai serangga, reptil, dan mamalia kecil, yang menyebabkan persaingan makanan dengan spesies asli,
3) Penyebaran Cepat. Kodok tebu dapat bergerak dengan kecepatan 40-60 km per tahun, menyebar dari Queensland ke wilayah lain seperti Wilayah Utara dan Australia Barat
Upaya pengedaliannya sudah dilakukan oleh pemerintah setempat dengan berbagai cara, mulai dari berburu masal dalam upaya pengedalian secara manual, riset pengendalian biologis, hingga kampanye masyarakat, namun hasilnya masih minim.
    Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, para ahli mengakui bahwa memusnahkan kodok tebu sepenuhnya adalah tugas yang mustahil. Fokus saat ini lebih kepada membatasi penyebaran dan mengurangi dampak negatifnya pada ekosistem lokal.

6. Babi Hutan Liar di Amerika Serikat.
    Babi hutan atau sering disebut dengan celeng yang memiliki nama ilmiah Sus scrofa adalah mamalia omnivora yang terkenal dengan kederdasan dan kemampuan adaptasinya. Awalnya hewan ini dibawa dari oleh penjelajah spanyol sebagai sumber pangan pada abad ke 16. Namun seiring berjalannya waktu, banyak babi yang lepas ke alam liar dan berkembang dengan sangat pesat. Kini populasinya diperkirakan lebih dari 6 juta ekor menyebar di berbagai negara bagian dengan konsentrasi populasi terbesar ada di Texas. Masalahnya dimulai dari seekor betina mampu melahirkan anak sebanyak dua kali per tahun, dengan tiap kelahiran dapat mencapai enam hingga dua belas ekor anak. akibat dari pertumbuhan populasi ini, babi hutan menjadi spesies hewan perusak yang meresahkan, terutama di industri pertanian dan perkebunan, yang pada akhirnya berdampak pada industri lainnya. 
Sumber: https://sediksi.com/
    Upaya pengendalian telah dilakukan dengan perburuan masal, pemasangan perangkap, hingga operasi penembakan dari udara mengguunakan helikopter bersenjata. Walaupun demikian, semua upaya itu belum mampu mmengedalikan populasi babi hutan ini secara signifikan, dan hingga berita ini dibuat, invasi masih terus berlanjut dan upaya pengendaliannyapun masih dilaksanakan.

7. Invasi Tikus di Paris-Perancis.
    Tikus adalah satu dari beberapa spesies hewan pengerat yang ada. Nama ilmiah dari hewan ini adalah Rattus sp. Namun di Paris, tikus yang berkembangbiaka adalah dari jenis tikus got, yaitu Rattus norvegicus. Pada dasarnya masalah invasi tikus di Paris adalah masalah kompleks yang melibatkan faktos sanitasi, infrastruktur, hingga kebijakan politik. Jumlah tikus di Paris diperkirakan dua kali jumlah penduduk Paris, yaitu bisa mencapai, yaitu lebih dari 6 juta ekor. Tikus-tikus ini menyebar dari rumah-rumah, jalanan, got, taman, hingga tempat-tempat wisata. Yang membuat repot adalah tikus memiliki tingkat reproduksi yang ttergolong sangat cepat. Mereka dapat bereproduksi sebanyak dua kali sebulan, atau diakumulasikan lebih dari seribu keturunan dalam setahun. 
Sumber: https://www.liputan6.com
    Uniknya, tikus di Paris ini terindikasi tahan terhadap racun tikus modern, apalagi menggunakan teknologi konvensional dalam mengontrol populasinya yang sering kali tidak efektif. Hal ini diperkirakan tikus memiliki tingkat penciuman yang bagus terutama dalam mendeteksi hormon atau sinyal bahaya yang dikeluarkannya. Ini adalah bentuk metode komunikasi efektif dari tikus. Mereka adalah perenang dan penggali yang baik, yang memungkinkan mereka lalu lalang di terowongan bawah tanah. Pegendaliannya hingga kini masih belum menemukan titik terang yang baik. Pemerintah telah berupaya melakukan pengendalian dengan baik melalui program pembasmian tikus secara masal. Namun dengan karakter yang dimiliki tikus ini, mereka masih eksis dengan jumlah populasi yang banyak.
    
8. Invasi Bekicot Raksasa Aprika di Florida
    Hewan moluska ini memiliki nama ilmiah Lissachatina fulica, merupakan siput darat terbesar di dunia. Ukurannya dapat mencapai kepalan tangan manusia dengan panjang rata-rata 18 cm. Invasi pertama pernah dicatat pada tahun 1966 ketika seorang anak dari Miasi membawa pulang tiga ekor bekicot sebagai hewan peliharaan dari Hawai. Neneknya kemudian melepaskan bekicot tersebut di halaman rumah, dan dalam waktu tujuh tahun, populasinya diperkirakan menjadi 18.000 ekor. Invasi kedua terjadai pada tahun 2011, dan kali ini bekicot diperkirakan masuk melalui kargo atau kiriman ilegal. Populasinya kemudian bertumbuh dan menyebar di seluruh bagian Florida. 
Sumber: https://voi.id/berita


    Mereka ini sangat berbahaya karena berperan sebagai hama paling merusak di dunia. Mereka adalah pemakan yang rakus dengan karakteristik omnivoranya, yang dapat mengkonsumsi lebih dari 500 jenis tanaman. Mereka perusak bangunan, terutama bangunan yang terbuat dari bahan kapur. Mereka membawa penyakit yang dikenal dengan cacing paru-paru tikus (Angiostrongylus cantonensis) yang dapat menyebabkan meningitis pada manusia jika terkontaminasi. Bekicot ini berkembangbiak dengan sangat cepat. Satu ekor bekicot dalap menghasilkan lebih dari dua ribu telur per tahun dengan rata-rata memiliki umur yang panjang dan adaptasi musim yang baik. Pemerintah Florida, khususnya departemen pertanian dan layanan konsumen Florida (FDACS) telah melakukan upaya besar untuk mengendalikan hama ini, seperti melakukan karantina wilayah, eradikasi intensif, dan edukasi masyarakat. Masyarakat dihumbau tidak mengkonsumsi hewan ini, karena beresiko terhadap kesehatan yang fatal.

    Demikian informasi ini disajikan, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUNCI DIKOTOMI

KLIPES: KUMBANG AIR YANG DAPAT DIMAKAN

KUNCI DETERMINASI