BERBAGAI BANJIR DI DUNIA DAN INDONESIA
BERBAGAI BANJIR DI DUNIA DAN INDONESIA
Banjir adalah salah satu bencana alam yang paling merusak dan mematikan dalam sejarah manusia. Ada beberapa banjir besar yang tercatat telah melanda dunia, dengan dampak yang menghancurkan baik dari segi korban jiwa maupun kerugian ekonomi.
Penyebabnya beragam, mulai dari faktor alam seperti curah hujan ekstrem, badai, dan mencairnya salju, hingga faktor manusia seperti kegagalan bendungan dan perusakan lingkungan.
A. Berikut adalah beberapa banjir besar paling signifikan yang pernah terjadi di dunia:
1. Banjir Sungai Yangtze dan Huai, Tiongkok (1931)
Banjir ini dianggap sebagai bencana alam paling mematikan dalam sejarah modern. Meluapnya Sungai Yangtze dan Sungai Huai setelah musim dingin yang sangat lembap dan hujan lebat menenggelamkan wilayah seluas 300.000 km persegi. Bencana ini menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal, dan diperkirakan menewaskan antara 1 juta hingga 4 juta jiwa. Sebagian besar korban meninggal bukan hanya karena tenggelam, tetapi juga karena kelaparan dan wabah penyakit seperti kolera dan tifus yang menyebar pascabanjir.
2. Banjir Sungai Kuning, Tiongkok (1887)
Dikenal sebagai "Kesedihan Tiongkok" (China's Sorrow), Sungai Kuning sering meluap dan menyebabkan banjir besar. Banjir tahun 1887 adalah salah satu yang paling mematikan. Sungai Kuning meluap dan menenggelamkan ribuan desa, memakan korban jiwa hingga sekitar 900.000 hingga 2 juta orang. Bencana ini juga menyebabkan jutaan orang kehilangan rumah dan lahan pertanian, serta memicu kelaparan massal.
3. Banjir Sungai Kuning, Tiongkok (1938)
Banjir ini unik karena merupakan hasil dari tindakan manusia. Selama Perang Tiongkok-Jepang, tentara Tiongkok menghancurkan tanggul-tanggul Sungai Kuning untuk menghentikan pergerakan tentara Jepang. Aksi ini berhasil menghentikan invasi, tetapi menyebabkan banjir besar yang membanjiri Provinsi Henan, Anhui, dan Jiangsu. Akibatnya, sekitar 800.000 orang meninggal dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.
4. Banjir St. Felix, Belanda (1530)
Dikenal juga sebagai "Sabtu Kelam", banjir ini melanda pesisir Belanda dan Belgia. Banjir ini disebabkan oleh badai yang ganas di Laut Utara yang membanjiri wilayah-wilayah dataran rendah. Sekitar 100.000 orang diperkirakan meninggal dunia, dan seluruh desa serta kota-kota hancur lebur di provinsi-provinsi Belanda seperti Zeeland.
5. Banjir Johnstown, Amerika Serikat (1889)
Banjir bandang ini terjadi di Johnstown, Pennsylvania, setelah bendungan di Danau Conemaugh runtuh akibat hujan lebat yang berlangsung selama berhari-hari. Gelombang air setinggi 12 meter dan puing-puing menghantam kota dengan kecepatan tinggi, menghancurkan lebih dari 1.600 bangunan. Lebih dari 2.200 orang tewas dalam salah satu bencana terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Keruntuhan bendungan ini disalahkan karena kurangnya perawatan.
6. Banjir Laut Utara, Eropa (1953)
Badai besar di Laut Utara menyebabkan banjir yang melanda Belanda, Inggris, dan Belgia. Banjir ini menewaskan lebih dari 2.500 orang dan merusak ribuan properti. Tragedi ini menjadi pemicu bagi negara-negara yang terkena dampak, terutama Belanda, untuk membangun sistem pertahanan banjir yang lebih canggih, seperti proyek Delta Works, guna mencegah bencana serupa di masa depan.
B. Banjir di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rentan terhadap bencana banjir, terutama selama musim hujan. Bencana ini sering kali disebabkan oleh kombinasi curah hujan ekstrem, kerusakan lingkungan seperti penggundulan hutan, tata ruang yang buruk, hingga buruknya sistem drainase.
Berikut adalah beberapa banjir besar dan mematikan yang pernah melanda Indonesia:
1. Banjir Jambi (1955)
Banjir ini dianggap sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah Indonesia. Meluapnya Sungai Batanghari merendam sekitar 80% wilayah Jambi pada akhir Januari hingga awal Februari 1955. Ribuan rumah, lahan pertanian, dan infrastruktur rusak parah, menyebabkan ribuan warga harus mengungsi. Bencana ini menjadi catatan penting dalam sejarah Jambi.
2. Banjir dan Banjir Bandang Jakarta (2007)
Jakarta, sebagai ibu kota negara, telah menjadi "langganan" banjir. Namun, banjir pada awal tahun 2007 tercatat sebagai salah satu yang paling parah dan meluas. Curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan 13 sungai meluap secara bersamaan, merendam hampir 70% wilayah Jakarta. Bencana ini menewaskan sedikitnya 80 orang, memaksa lebih dari 320.000 warga mengungsi, dan menyebabkan kerugian ekonomi hingga miliaran rupiah.
3. Banjir Bandang Bahorok, Sumatera Utara (2003)
Banjir bandang ini melanda kawasan ekowisata Bukit Lawang, di tepi Sungai Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Bencana ini disebabkan oleh hujan deras dan kerusakan hutan akibat pembalakan liar di hulu sungai. Banjir membawa material lumpur dan batang-batang kayu besar yang menghancurkan permukiman dan fasilitas wisata. Akibatnya, lebih dari 150 orang meninggal dunia dan banyak lainnya dinyatakan hilang.
4. Banjir Bandang Wasior, Papua Barat (2010)
Pada bulan Oktober 2010, banjir bandang menerjang Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat. Hujan lebat selama berhari-hari menyebabkan Sungai Batang Salai meluap dan menghancurkan hampir seluruh kota. Bencana ini sangat mematikan, menewaskan sekitar 158 orang dan menyebabkan ratusan lainnya hilang. Kerusakan parah juga terjadi pada infrastruktur dan jaringan komunikasi.
5. Banjir Sintang, Kalimantan Barat (2021)
Banjir ini tercatat sebagai salah satu yang terlama dan terluas di Indonesia. Hujan deras yang mengguyur wilayah Sintang selama berhari-hari menyebabkan meluapnya sungai-sungai di sana, merendam 12 kecamatan. Banjir ini berlangsung hampir sebulan penuh, mengganggu aktivitas dan menyebabkan puluhan ribu warga terdampak.
C. Sekelumit Banjir Jakarta dan Bali
Banjir di Jakarta dan Bali memiliki karakteristik dan penyebab yang berbeda, meskipun keduanya sering terjadi akibat curah hujan yang tinggi. Masalah di Jakarta lebih kompleks dan terkait dengan kondisi geografis dan perkembangannya sebagai ibu kota, sedangkan banjir di Bali lebih sering bersifat lokal dan dipicu oleh kombinasi faktor alam dan urbanisasi yang masif.
Banjir di Jakarta
Jakarta menghadapi tantangan banjir yang sangat kompleks dan telah menjadi masalah tahunan selama berabad-abad. Penyebab utama banjir Jakarta adalah kombinasi dari beberapa faktor:
Curah Hujan Tinggi: Sebagai wilayah tropis, Jakarta menerima curah hujan yang sangat tinggi. Ketika hujan ekstrem melanda, sistem drainase yang ada tidak mampu menampung debit air. Contoh paling nyata adalah banjir tahun 2007 dan 2020, yang menyebabkan kelumpuhan di sebagian besar wilayah kota dan menelan puluhan korban jiwa.
Banjir Kiriman: Jakarta dikelilingi oleh 13 sungai yang mengalir dari daerah hulu (seperti Bogor dan Puncak). Hujan deras di wilayah hulu dapat menyebabkan volume air sungai meningkat drastis, yang kemudian meluap di Jakarta. Fenomena ini sering disebut sebagai "banjir kiriman."
Penurunan Permukaan Tanah (Land Subsidence): Sebagian besar wilayah Jakarta, terutama Jakarta Utara, berada di dataran rendah dan bahkan di bawah permukaan laut. Eksploitasi air tanah yang berlebihan untuk kebutuhan penduduk menyebabkan permukaan tanah menurun, yang membuat wilayah ini semakin rentan terhadap banjir rob (air pasang laut) dan genangan.
Minimnya Kawasan Resapan Air: Pembangunan masif dan perubahan tata ruang telah mengurangi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan area resapan air, sehingga air hujan langsung mengalir ke permukaan tanpa bisa diserap oleh tanah.
Banjir di Bali
Meskipun tidak sesering dan seluas Jakarta, Bali juga kerap dilanda banjir, terutama di kota-kota besar seperti Denpasar, Badung, dan Jembrana. Banjir di Bali biasanya bersifat lokal dan sering kali merupakan banjir bandang yang lebih berbahaya. Penyebabnya mencakup:
Curah Hujan Ekstrem: Sama seperti di Jakarta, curah hujan yang sangat tinggi adalah pemicu utama. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sering melaporkan bahwa hujan deras di Bali disebabkan oleh fenomena atmosfer tertentu yang memicu pembentukan awan hujan.
Tata Ruang dan Alih Fungsi Lahan: Pembangunan pariwisata dan permukiman yang pesat di Bali, terutama di kawasan yang sebelumnya merupakan daerah resapan air, telah mengubah pola aliran air alami. Banyak lahan sawah atau kebun yang diubah menjadi bangunan, yang mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air.
Sumbatan Saluran Drainase: Banyak kasus banjir di Bali terjadi karena saluran drainase atau gorong-gorong yang tidak memadai atau tersumbat oleh sampah dan sedimentasi. Ketika hujan lebat, sistem drainase tidak mampu menampung air, yang kemudian meluap ke jalan dan permukiman.
Banjir Bandang: Beberapa banjir besar di Bali bersifat banjir bandang, seperti yang pernah terjadi di Jembrana dan Denpasar. Kejadian ini biasanya sangat merusak karena membawa material lumpur, batu, dan kayu yang menghancurkan bangunan dalam sekejap.
Singkatnya, baik Jakarta maupun Bali menghadapi masalah banjir, tetapi dengan tantangan yang berbeda. Jakarta berhadapan dengan masalah struktural dan geografis yang kompleks, sementara Bali lebih sering berhadapan dengan dampak dari pembangunan yang tidak terkendali dan masalah drainase yang kurang terkelola.
(Berbagai Sumber)
Komentar
Posting Komentar